Laan van Kronenburg

dan perdjoeangan masih panjang

Secangkir ungkapan cinta untuk seorang sahabat …

Ternyata air mata di postingan yang lalu mengalir deras lagi di belahan bumi yang lain. Air mata yang meratapi hal yang sama. Air mata yang seharusnya tidak perlu tercurah andai janji ditepati dan mulut manis yang berbisa itu diberangus (bukan mulutmanisyangberbisa ini lho). However, siapa tah DosenGila ini, hanya manusia biasa yang tidak luput dari dosa bahkan sering berkubang di dalamnya. Apalagi dibanding para raja dan orang suci itu … DosenGila mungkin hanya menjadi duri dalam daging yang layak dan halal untuk dilempar ke perapian yang menyala-nyala. Huahahahahaha, ~ketawa ala Rahwana.

Secangkir ungkapan cinta ini kupersembahkan untukmu sahabatku di sana yang terpaksa mencurahkan air mata karena mencoba menyuarakan suara hati. Silakan dinikmati sambil mendengarkan lagu pembukaan serial komik jepang One Piece ini. Semoga menenangkan hati dan kembali menjaga keseimbangan. Malaikat juga pasti sudah tahu kok.

Come aboard and bring along
all your hopes and dreams,
Together we will find the great things
that we’re looking for …

ONE PIECE!

Compass left behind
It’ll only slow us down
Your heart will be your guide
Raise the sails and take the helm

That legendary place
that the end of the map reveals
Is only legendary
Till someone proves it real!

Through it all
Through all the troubled times
Through the heartache and through the pain

Know that I will be there to stand by you
just like I know you’ll stand by me

So come aboard and bring along
all your hopes and dreams,
Together we will find the great things
that we’re looking for …

There’s always room for you ..
if you wanna be my friend?

We are, We are on the cruise!
We are!

~DosenGila, merenung

30 November 2008 - Posted by | Secangkir ... | , , ,

7 Komentar »

  1. Lama – lama, ‘orang suci’ itu jadi sekedar profesi, bukan panggilan hati.

    Komentar oleh mulutmanisyangberbisa | 30 November 2008 | Balas

  2. opo maneh ki…? akhir cerita dari kisah mellow yang “penuh air mata”? really…this is the end of that struggle?
    ARIS

    Komentar oleh Aris Widayati | 30 November 2008 | Balas

  3. @mulutmanisyangberbisa: Profesi? Hmm… jadi perlu uji kompetensi juga dan ada standard profesionalitasnya yahhh …? Stake holders ikut menilai profesionalisme profesi yang satu ini gak sih?

    @Bu Aris: Air mata kan menambah dramatis perjuangan. Kalau gak ada air mata gak seru. ~ngomongnya dengan nada sinical dan penuh ironi. Sayangnya perjuangan tidak pernah berakhir Bu, kan ada lagu yang mengatakan, “… namun bagi prajurit pejuang, pejuang prajurit: Dengan jiwa sapta marga, tiada perjuangan berakhir …”

    Komentar oleh Enade | 30 November 2008 | Balas

  4. lagunya itu lo…malaikat pun tahu…ngga nguatinnn, huhuhuhuhuhu

    Komentar oleh myra diati | 5 Desember 2008 | Balas

  5. seorang sufi menurut ramalan dari Gede Prama, memang tidak akan dijumpai di sebuat ‘tempat suci’ namun akan sering berada di tempat2 rapat/meeting/lokakarya, yang notabene berisi orang2 yang sebenarnya tidak membutuhkan sebuah ‘petuah2’, namun merekalah sebenarnya para ‘realisator’ dari berbagai petuah atau petunjuk yang seharusnya muncul dari ‘mulut’ para profesi tersebut. Kataknya perlu uji kompetensi juga…hua ha hua ha..

    Komentar oleh farmakoterapi-info | 7 Desember 2008 | Balas

  6. Nice poem for self reflection.

    Komentar oleh tikno | 16 Desember 2008 | Balas

  7. […] merenung sambil terkenang kejadian sekitar setahun silam. Hebat ya … baru 3 tahun di Belanda sudah […]

    Ping balik oleh Secangkir air putih dan “I’m invisible” … « Laan van Kronenburg | 13 September 2009 | Balas


Tinggalkan komentar