Laan van Kronenburg

dan perdjoeangan masih panjang

Secangkir teh tawar panas dan kisah tentang PKBI award …

PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki visi

“Terwujudnya masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan Kesehatan Reproduksi (Kespro) dan Seksual serta hak-hak Kespro dan Seksual yang berkesetaraan dan berkeadilan gender”

menganugerahkan PKBI Award 2008 berupa Blog Award kepada blogger yang memiliki perhatian terhadap isu-isu kesehatan reproduksi, HIV-AIDS, gender, dan HAM. Pengumuman keberadaan award ini juga disampaikan DosenGila di sini.

Selamat kepada Bli Oka, mBak Ikha Widari dan mBak Titiana Adinda atas award yang diterima. Semoga memicu semangat para awardee dan blogger-blogger lain untuk menularkan informasi dan tetap konsisten dalam “perdjoeangannya.” Apapun itu bentuk “perdjoeangannya”.

Iya … iya … Memang DosenGila telat sangat menyampaikan informasi ini. Momon, sang ketua kelas CahAndong, sudah tiga hari yang lalu mengulas berita ini. Bahkan pengumuman dari blog resmi tentang award ini sudah disampaikan lima hari yang lalu. Jujur saja, tulisan ini ditulis karena komentar Memed di sini yang mengingatkan DosenGila untuk jeng-jeng. Dan akibat jeng-jeng itu, DosenGila ketemu beberapa kebetulan yang mengingatkan pada PKBI award.

Jadi begini, siang tadi setelah mengomentari komentar Memed di sini, DosenGila diajak oleh seorang teman untuk menemani beli celana di Kalverstraat. Suatu ajakan yang tidak masuk akal sebenarnya secara DosenGila hampir tidak pernah membeli produk-produk tekstil sendiri. Biasanya sih dibelikan, dikado, dihadiahi maupun ditemani saat membeli. Pengetahuan maupun selera DosenGila tentang fashion bisa dikatakan nol putul. DosenGila hanya memakai baju yang tersedia dan nyaman. Jadi andai ada aturan atau saran untuk memakai baju seragam, DosenGila akan sangat bersemangat.

Kembali ke Kalverstraat yang dapat dikatakan sebagai Malioboronya Amsterdam. Sama seperti Malioboro yang terletak di sebelah selatan stasiun Tugu, Kalverstraat juga berada di selatan Station Amsterdam Centraal. Setelah berjalan kaki melintasi beberapa rel tram, maka akan ketemu persimpangan jalan. Di sini lah segala sesuatu dimulai. Salah satu saran dari beberapa teman adalah: “Jangan pilih belokan ke kiri. Apapun alasannya jangan pilih belokan ke kiri.” Sebenarnya memang tidak penting untuk ke Kalverstraat, karena memang Kalverstraat dicapai lebih dekat dengan menempuh jalan lurus ke selatan menuju de Dam. Sepanjang jalan ini akan ditemui toko-toko souvenir, kafe dan juga KFC di sebelah kanan jalan. Di sebelah kiri akan ditemui mulai dari kanal, kemudian Beurs van Berlage dan de Bijenkorf (yang ~katanya sih~ jadi tempat tujuan utama kalau ada pejabat studi banding ke Amsterdam). Setelah melewati de Bijenkorf, sampailah pada alun-alun Dam (terjemahan bebas dari Dam Square). Kalverstraat ada di ujung alun-alun yang dapat dicapai setelah hadap serong kanan dan langkah tegap maju jalan dan berjalan melintasi alun-alun.

Kami ketemu di ujung jalan itu kemudian keluar masuk toko mencari celana. Dan sampai toko tutup pada pukul 18.00 (Catatan: Kalverstraat dan sebagian besar toko di Amsterdam hanya buka sampai jam 21.00 di hari Kamis! Jadi kalau ke Amsterdam dan menjadwalkan belanja, lebih baik disusun siang atau sore hari di hari kerja.), tidak ketemu celana yang diinginkan ~lebih tepatnya: tidak ketemu celana yang sesuai budget he..he..he..~.

Salah satu etalase di daerah lampu merah

Hasil dari perburuan ini adalah lapar. Tujuan berikutnya adalah China Town bernama Nieuwmarkt untuk makan Chinese Food. Mau tidak mau ~eh salah ding lebih tepatnya: di dorong hasrat untuk makan~ , DosenGila beserta rekan melintasi daerah lampu merah yang terkenal itu. Saat menuju rumah makan, DosenGila melintas di daerah yang sedang direnovasi dan tidak ada cukup penerangan. Saat melintas daerah tersebut terdengar celutukan yang ironical, “Yes, we were walking through the famous red light district, and now we are walking through the no light district ….”

Saat mendengar celutukan itu spontan DosenGila tertawa terbahak-bahak, namun ketika beberapa lama berselang bertanya dalam hati: Lebih “gelap” mana? Red Light District atau No Light District? Ah embuh .. tidak ketemu jawabnya .. mungkin lebih baik ignorant saja, seperti diungkap di paragraf ketiga postingan DosenGila di sini. Nah, saat berpikir untuk ignorant ini, DosenGila mendapat inspirasi untuk menginformasikan tentang PKBI Blog Awardee 2008. Semoga dengan saling berbagi informasi, mengikis keputusan dan sikap-sikap ignorant serta mewujudkan cinta sejati. Dunia akan penuh dengan cahaya cinta.

Tentang saran dari beberapa teman mengenai: “Jangan pilih belokan ke kiri. Apapun alasannya jangan pilih belokan ke kiri” ternyata adalah karena ke kiri merupakan langkah awal menuju daerah lampu merah. Padahal kalau ada niat, daerah lampu merah dapat diakses dari berbagai tempat. Ho..ho..ho..

~Stasiun kereta ke selatan, ada persimpangan. Kalau lurus ke daerah perbelanjaan. Kalau belok ke salah satu simpangan ketemu ‘daerah lampu merah” yang dekat dengan china town. Koq serasa mirip-mirip stasiun tugu ya? Apakah tata kota Amsterdam ikut-ikutan Djogdja?

~gambar diambil semena-mena dari http://easyexpat.blogexpat.com/gallery/1/red-light-district.gif

30 November 2008 Posted by | Secangkir ... | , , , , , , , , | 7 Komentar