Laan van Kronenburg

dan perdjoeangan masih panjang

Secangkir besar coklat dingin dan “The Iron Lady …”

Kemarin, bersama teman-teman CahAndong, DosGil nobar pelem tentang mantan Perdana Menteri UK Margaret Thatcher (MT) berjudul “The Iron Lady” di Empire XXI. Bukan, tulisan ini tidak akan membahas pelem itu. Kalau mau baca ulasan dan bahasan silakan salah satunya bisa menuju ke postingan blognya blogger serius Herman Saksono di tautan ini. Usai menonton pelem itu pun dilanjutkan diskusi di warun ayam goreng Tojoyo di depan gedung bioskop. Diskusi pun mengalir tentang betapa enaknya ayam goreng di restoran tersebut. *lho Iya, ayam gorengnya memang enak dan pengunjungnya pun setelah pengamatan kurang lebih 2 jam juga dapat diklasterkan dan dikategorikan “menarik”. Apa hubungan restoran ini dengan MT? Errrr … mungkin ndak ada, tapi di restoran itu muncul pertanyaan di benak DosGil: Siapakah MT, sebelum dan sesudah menjadi Perdana Menteri?

DosGil cukup “akrab” dengan MT, secara dia menjadi PM sejak DosGil belum lahir dan lengser ketika DosGil masih SD. Koran harian Bernas yang jadi langganan waktu itu cukup membuat DosGil tahu dengan sosok MT. Namun yang membuat DosGil terkejut hari ini adalah ketika tahu MT adalah seorang kimiawan! Iya dia lulusan jurusan Kimia Universitas Oxford dengan TA di bawah bimbingan Dorothy Hodgkin di bidang kristalografi sinar-X. What a lady! Karya besar Dorothy yang dampaknya masih kita rasakan hingga saat ini adalah salah satunya pengembangan teknik kristalografi sinar-X tersebut. Teknik yang memungkinkan struktur makromolekul protein dan lain-lain teridentifikasi (dan mendasari kimia medisinal komputasi dalam mempercepat proses penemuan obat). Silakan meluncur ke situs Protein Data Bank untuk melihat dampak pengembangan teknik ini. Dengan teknik yang dikembangkannya, Dorothy mengkonfirmasi struktur penisilin. Dia juga bisa mengelusidasi struktur vitamin B12 yang membawanya memperoleh Hadiah Nobel pada tahun 1964. Struktur insulin, dia juga yang memecahkannya. Di kalangan sains di Britania Raya, nama Dorothy Hodgkin disejajarkan dengan Benjamin Franklin, Edward Jenner, Joseph Lister, Isaac Newton, Robert Boyle, Ernest Rutherford, Nicholas Shackleton, Charles Babbage, dan Alfred Russel Wallace. What a lady!

DosGil yakin pasti ada pengaruh Dorothy dalam diri MT, entah apapun itu.

*DosGil menyapa para (bio)kimiawan muda Indonesia, “The Force is strong with you!

26 Januari 2012 Posted by | Secangkir ... | , , , | 3 Komentar

Secangkir coklat panas dan “Tahun Baru Imlek …”

Tinggal bersama keluarga Lim di Den Haag selama lebih dari setahun, membuat DosGil juga ikut merasakan berbagai acara terkait budaya Tionghoa terutama Imlek. Jujur, DosGil merindukan suasana itu. Imlek di Den Haag telah menorehkan kenangan tersendiri.

Jadi, di tengah hujan deras yang mengguyur Jogja semalam, DosGil keluar cari makanan dari Sate Madura terminal Concat, Saksang Batak Tapian Nauli, dan beberapa sayuran di Chinese Food. Lalu menyusun meja makan sedemikian rupa dan mengundang keluarga besar di rumah untuk makan bersama mengelilngi meja dan makan bersama. Suasana yang indah nian.

Selamat tahun baru Imlek bagi yang merayakan!

*DosGil olahraga lagi mengantisipasi naiknya kolesterol

23 Januari 2012 Posted by | Secangkir ... | , , , | Tinggalkan komentar

Secangkir coklat panas dan “nilai maksimal …”

Hari ini muncul keinginan untuk melanjutkan penelitian lanjutan disertasi dengan melakukan optimasi protokol penapisan virtual yang sudah dikembangkan dalam disertasi ini. Protokol tersebut hanya memperhitungkan satu residu asam amino penting yang sudah dikenali dari studi mutasi beberapa tahun silam. In fact, hasil penelitian DosGil yang dipublikasi di sini bercerita tentang identifikasi dan verifikasi 4 residu asam amino lain yang juga berperan penting dalam interaksi senyawa dengan reseptor histamin H4. So, total ada 5 faktor yang layak dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas protokol yang sudah dikembangkan. Dengan menggunakan pendekatan total factorial design berarti ada 2^5 percobaan dan masing-masing setidaknya 3 kali replikasi. Fiuhhh … Oke, dengan skrip otomatisasi (memakai istilah yang diperkenalkan Kang @sandalian) kita bisa serahkan ke komputer sepenuhnya.



Lha terus respon yang akan kita optimasi apa? Kebiasaan para kimiawan medisinal dalam penapisan virtual adalah nilai EF1%. Jujur, DosGil rada gak suka pemilihan cutoff itu karena hanya sekedar come out of a clear blue sky. Nilai EF1% diharapkan menggambarkan early enrichment, sehingga diharapkan bisa fokus pada 1% selected data dari keseluruhan database. Dengan cutoff pada EF1% tidak menggambarkan korelasi non parametrik antara true positif dengan true positif dan true negatif dengan true negatif. Kenapa gak sekalian EF0.1%? DosGil lebih suka nilai matthews coefficient correlation (MCC) seperti yang digunakan oleh DosGil di penelitian ini dan ternyata juga digunakan peneliti-peneliti lain di dunia penapisan virtual seperti contoh di sini. So, diputuskan tadi sore respon yang kita lihat untuk menilai kualitas penapisan virtual yang diutamakan adalah MCC.


Lha terus kalau dah dapat model yang signifikan dan “valid”, cari nilai optimal/maksimalnya piye? *munyer **munyer^2 Sehingga kita bisa memberi beban yang pas untuk masing-masing residu asam amino. Dan seperti biasa, DosGil berpaling ke program statistika R dan jawabnya ada di sana hore .. menggunakan modul steppest ascent di package rsm. Misal kita pakai data di https://dosengila.wordpress.com/2011/10/24/secangkir-kopi-dan-mengajar-lagi/

> library(rsm)
> yuli2
exp a b c respon
1 1 -1 -1 -1 0.0150
2 1 -1 -1 -1 0.0210
3 a 1 -1 -1 0.0097
4 a 1 -1 -1 0.0124
5 b -1 1 -1 0.0157
6 b -1 1 -1 0.0185
7 ab 1 1 -1 0.0168
8 ab 1 1 -1 0.0166
9 c -1 -1 1 0.0036
10 c -1 -1 1 0.0039
11 ac 1 -1 1 0.0227
12 ac 1 -1 1 0.0252
13 bc -1 1 1 0.0050
14 bc -1 1 1 0.0049
15 abc 1 1 1 0.0507
16 abc 1 1 1 0.0696

> coba_steepest1=rsm(respon~FO(a,b,c,a*b,a*c,b*c,a*b*c), data =yuli2)
> steepest(coba_steepest1)
Linear path of steepest ascent
dist a b c c(“*”, “a”, “b”) c(“*”, “a”, “c”) c(“*”, “b”, “c”) c(“*”, “a * b”, “c”) | yhat
1 0.0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 | 0.019
2 0.5 0.255 0.158 0.112 0.156 0.311 0.123 0.107 | 0.023
3 1.0 0.511 0.316 0.225 0.312 0.621 0.245 0.214 | 0.029
4 1.5 0.766 0.475 0.337 0.468 0.932 0.368 0.320 | 0.035
5 2.0 1.021 0.633 0.450 0.624 1.242 0.490 0.427 | 0.043
6 2.5 1.277 0.791 0.562 0.780 1.553 0.613 0.534 | 0.053
7 3.0 1.532 0.949 0.674 0.936 1.863 0.735 0.641 | 0.064
8 3.5 1.788 1.107 0.787 1.091 2.174 0.858 0.747 | 0.077
9 4.0 2.043 1.265 0.899 1.247 2.484 0.980 0.854 | 0.092
10 4.5 2.298 1.424 1.011 1.403 2.795 1.103 0.961 | 0.109
11 5.0 2.554 1.582 1.124 1.559 3.105 1.225 1.068 | 0.128

Dari hasil di atas dapat dilihat kalau global maksimum ada di nilai respon 0,128 yang didapat saat nilai a = 2,554; b = 1,582 dan c = 1,124. Dah ketemu caranya horeeeee …

*DosGil bisa tidur nyenyak malam ini.

10 Januari 2012 Posted by | New idea ... | , , , , , | Tinggalkan komentar

Secangkir coklat panas dan “bombastis …”

Menurut rumor, kata bombastis berasal dari nama asli lengkap Paracelcus yaitu Philippus Theophrastus Aureolus Bombastus von Hohenheim. Karakternya yang angkuh dan arogan serta pemilihan kata yang hiperbolis dan revolusioner membuat pemilihan kata serupa diberi kata sifat “bombastis”, sesuai salah satu dari nama tengah Paracelcus, Bombastus. Tapi, … siapakah Paracelcus? Bagi yang pernah kuliah toksikologi ataupun pembaca blog ini ataupun pengikut @dosengila di Twitter mungkin sudah tahu karena DosGil sering sangat membahas quote beliau yang terkenal, “Dosislah yang membuat sesuatu itu beracun atau tidak.” Iya, Paracelcus adalah salah satu pioner farmakologi/toksikologi modern yang hidup di abad 15, sejaman dengan Martin Luther (salah satu tokoh idola DosGil yang lain). Meskipun jaman itu kimia khususnya kimia organik belum bisa dikatakan maju, Paracelcus lah yang menginisiasi hubungan senyawa aktif dengan aktivitas farmakologi/toksikologi bukan lagi sekedar “tanaman A bisa untuk penyakit hati karena daunnya mirip dengan hati” (meskipun banyak hal seperti ini masih terkonfirmasi “benar”).

Dan lagi …, sebagai penikmat buku-buku karya Paulo Coelho pasti sudah baca Sang Alkemis yang melegenda itu. Dan siapakah the real alkimiawan? Nicolas Flamel! Yup, yang menjawab itu pastilah juga penggemar Harry Potter. Paracelcus adalah penulis buku tentang alkimia dan mungkin dia adalah salah satu alkimiawan itu sendiri.

So, bersiaplah membaca buku-buku karangan Paracelcus jika ingin mengubah sembarang logam jadi emas atau memiliki obat hidup yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Btw, dengan setidaknya Android G1 yang sudah diperbaiki, DosGil sudah bisa (lagi) mengabadikan kejadian sehari-hari dan mengunggah di www.dosengila.posterous.com secara instan dengan syarat si Android G1 tidak habis baterei dan sedang terkoneksi internet.

Have a wonderful monday!
*DosGil, an alchemist wannabe

8 Januari 2012 Posted by | Secangkir ... | , , , | Tinggalkan komentar

Secangkir Ocha panas dan “G-protein coupled receptors (GPCRs) di awal tahun 2012 …”

Menurut tautan ini: http://pubs.acs.org/subscribe/journals/mdd/v07/i11/html/1104feature_filmore.html, sekitar 40%  obat resep (ethical) yang beredar di pasar beraksi pada keluarga reseptor ini, G-protein coupled receptors (GPCRs). Jadi, jika anda tiba-tiba diangkat menjadi direktur penelitian dan pengembangan sebuah perusahaan yang akan mengembangkan obat baru maka peluang anda untuk sukses relatif besar dengan memfokuskan seluruh usaha perusahaan pada keluarga reseptor ini. Setidaknya itu menurut artikel di tautan tersebut di atas. Sebagai contoh, sejarah mencatat anti histamin H1 Fexofenadine (nama dagang: Allegra, Telfast, Fastofen, Tilfur, Vifas, Telfexo, Allerfexo) menjadi blockbuster dengan membukukan 1,87 x 10^9 USD pada tahun 2004 dan anti histamin H2 Cimetidine (nama dagang: Tagamet) menjadi obat pertama yang mencapai penjualan 10^9 USD dalam satu tahun. Reseptor histamin H1 dan H2 merupakan salah dua dari keluarga reseptor GPCRs ini. Dua reseptor tersebut merupakan contoh kisah sukses dalam dunia kimia medisinal. Dan masih banyak lagi. Sebagai informasi, saat ini perusahaan farmasi dan akademia kimia medisinal bahu membahu (sekaligus berkompetisi) dalam menemukan obat anti histamin H3 dan anti histamin H4 yang sekuens asam amino reseptor targetnya ditemukan berurutan pada tahun 1999 dan 2000 (keberadaan histamin H3 sudah dihipotesiskan pada tahun 1993).

Tahun 2011 merupakan tahun keemasan bagi GPCR. Di tahun tersebut beberapa crystal structure baru reseptor-reseptor anggota keluarga GPCR berhasil diketahui dan tersedia untuk umum. Tahun ini pula hasil kompetisi pemodelan molekul dalam memprediksi struktur crystal tersebut diumumkan dan dianalisis. Dibandingkan hasil tahun sebelumnya, hasil tahun 2011 ini menggembirakan. Akurasi hasil prediksi terutama bagaimana ligan berinteraksi dengan reseptornya sudah cukup akurat. Didukung perkembangan kimia medisinal komputasi, tersedianya struktur-struktur tersebut membuka kesempatan baru dalam percepatan penemuan obat baru. Salah satu indikasinya adalah ketika pada bulan Mei diluncurkan kristal struktur histamin H1 terikat pada doxepin, hanya sekitar 4 bulan kemudian telah disubmit ke Journal of Medicinal Chemistry protokol penapisan virtual berbasis struktur yang berhasil menemukan 19 senyawa baru yang masing-masing berbeda secara struktural batang tubuhnya dari 25 senyawa yang diusulkan untuk diverifikasi in vitro. Menemukan satu saja senyawa baru itu sebuah prestasi yang membanggakan, apalagi dengan hanya menguji 25 senyawa setelah dengan berbantukan komputer manapis ~13 juta senyawa dan mendapatkan 19 senyawa baru dalam waktu ~4 bulan, itu sebuah prestasi luar biasa.

Satu hal menarik dan dapat dipelajari dari berbagai kristal struktur GPCRs adalah bahwa keluarga reseptor ini cukup konservatif dalam arti memiliki urutan asam amino pada posisi tertentu yang konservatif dan juga memiliki lokasi sisi aktif yang serupa. Bahkan pada subtipe golongan aminergik, dapat dipastikan ada asam aspartat pada posisi 3.32 yang berfungsi untuk berikatan ionik dengan gugus amin pada ligannya. Sifat ini sangat membantu dalam pemodelan molekul namun menjadi kendala ketika harus berhadapan dengan masalah selektivitas.

Dan yang tidak kalah menarik adalah bahwa reseptor tempat feromon sang senyawa penyebab jatuh cinta (?) beraksi adalah anggota keluarga GPCR. Jadi, dengan memahami reseptor ini bukan tidak mungkin suatu ketika ilmu “pelet” dapat direkayasa dan dijelaskan secara ilmiah. 😉

Menutup racauan tentang GPCRs ini, sambil berharap akan letupan dan kemunculan penemuan-penemuan breaktrough terkait GPCRs di tahun 2012 ini DosGil menyampaikan “Dear GPCRs fans, the force is strong with you!”

Selamat Tahun Baru 2012. Dirgahayu!

3 Januari 2012 Posted by | Secangkir ... | Tinggalkan komentar